Cinema Paradiso #4 : Things I've Learned from Mr. Woody Allen
March 02, 2022
Yup, my first ever favorite director/writer. Pertama kali gue tahu Woody Allen tuh lewat Academy Award 2012, dia menang Original Screenplay untuk film Midnight in Paris. Gue jadi kepo. Terus waktu gue browsing film AFI 100 Passions, gue lihat sebuah film yang berjudul Annie Hall. Gak tahu kenapa gue pilih buat klik tuh film. Mungkin judul dan nama si karakter yang sederhana membuat gue kepo. Gue punya soft spot buat film dengan judul yang sederhana. Nah, mulailah gue browsing nih film, dan setelah berkali-kali gagal download, akhirnya gue berhasil! Berhasil, berhasil, berhasil, hore!
Dan...gue langsung terpukau sama tuh film! Mulai dari akting, skrip, dialog, musik, sampe sinematografi. Memang tidak semenawan (500) Days of Summer, tapi gue lebih tergila-gila sama nih film. Gue suka dialog-dialog pintar dan menyindir dari Woody Allen, dan Diane Keaton a.k.a Annie karakter yang lebih lovable dibandingkan Summer *mungkin karena gue cewek* Kesukaan gue pada Annie Hall mendorong gue untuk lebih banyak browsing film-filmnya Woody Allen dan Woody Allen sendiri. Memang Woody Allen bukan sutradara spektakuler seperti Steven Spielberg, James Cameron, atau Christopher Nolan, dan film-filmnya tidak selegendaris Martin Scorsese, Francis Ford Coppola, atau Park Chan-wook. Film-filmnya juga tidak se-fresh Quentin Tarantino, dan tidak mempunyai film yang dalem seperti Kim Ki-duk atau Michael Haneke. Tapi dibalik sosoknya yang biasa-biasa saja, gue belajar beberapa hal.
1. You don't need to be cool or amazing to chase your dream or work on your passion.
Harus gue akuin, tema dari film-filmnya Woody Allen sering terasa basi. Jarang sekali dia membuat film diluar tema cinta ataupun kehidupan yang benar-benar universal. Bahkan beberapa orang mengatakan lelucon di film-filmnya yang sekarang hanyalah daur ulang. Tidak hanya itu, banyak sekali film-film Woody Allen yang tidak laku, bahkan merugi.
Meskipun begitu, Mr. Woody Allen tetap membuat film, mengapa? Karena itu adalah passion-nya. Gue bisa merasakan passion-nya terhadap film (sebenarnya lebih kearah New York sih) ketika dia memberikan pidato di Academy Awards sekitar tahun 2000an awal. Woody Allen yang ogah datang ke acara-acara penghargaan akhirnya datang juga ke Academy Awards hanya untuk memberikan encouragement agar sineas-sineas tetap membuat film di New York. Di video itu gue bisa merasakan gairah dan cinta tulus Woody Allen terhadap film dan New York.
Gak cuma itu, meskipun film-filmnya dikritik dan merugi, dia tetap membuat film. Minimal satu film per tahun. Bahkan temannnya, Martin Scorsese, tidak serajin itu. Itu saja sudah menunjukkan bahwa Woody Allen mencintai pekerjaannya bukan?
2. You don't need a genius script to make movies.
Sebenarnya ini mirip sama yang diatas sih, tapi...sudahlah, haha.
Ketika kita diberi tugas untuk membuat sesuatu, kita sering bingung kita mau bikin apa. Kita terlalu berpikir hal-hal yang rumit dan TERLALU berpikir keatas sehingga pekerjaan kita terbengkalai. Kadang-kadang, ketika kita ingin mengerjakan sesuatu atau membuat sesuatu, kita tidak butuh ide yang jenius atau rumit. Tapi cinta dan kesenangan untuk mengerjakan hal itu. Buat apa kita mengerjakan sesuatu atau mengambil pekerjaan tertentu tanpa cinta dan kesenangan? Itulah nilai yang hilang di jaman sekarang.
Gue rasa juga udah banyak sineas yang lebih mementingkan pemasukan ketika membuat suatu film. Sebenarnya sekali-kali sih tidak apa-apa, tapi kalau keseringan, hal itu cukup mengecewakan.
Woody Allen tidak perlu skrip rumit ketika dia akan membuat film. Cukup hal yang dia senangi dan pahami. Ketika dia mempunyai suatu ide, dia akan langsung mengerjakannya. Dia tidak berlama-lama menunggu ide yang lebih hebat atau hal-hal bullshit lainnya. Dia mempunyai sisi spontan yang cukup gue kagumi.
3. Geeks can be romantic.
A living proof that geek can be romantic : Woody Allen.
Gue sering ngomong ke teman-teman gue kalau gue orang yang realistis dalam love and other shits. Tapi karena gue orang yang realistis dan (sangat) skeptis bukan berarti gue tidak menginginkan hubungan romantis di masa depan. Sebenarnya gue punya sisi romantis *cuih* yang mungkin agak sulit dipahami oleh orang lain. But, whatever.
Tapi serius deh, siapa yang nyangka cowok geeky kayak Woody Allen bisa nulis dan ngomong kalimat diatas? That sentence is just too sweet and romantic! Makanya jangan remehin orang-orang geeky, freak, ataupun basket-case, gue yakin mereka punya sisi romantis yang gak terlihat. Mungkin mereka terlihat apatis atau realistis seperti gue, tapi mereka juga punya perasaan, dan sebagian besar dari mereka juga menginginkan hubungan romantis atau merasakan cinta #eaaaa *nyanyi I want to know what love is*
4. Screw up with Oscars.
Banyak orang yang jarang menyadari hal ini, tapi Woody Allen mempunyai sisi swag yang jarang dimiliki oleh sineas-sineas terbaik, termasuk orang dibalik The Godfather : he doesn't give a fuck about Oscars. Itu menunjukkan bahwa dia bisa menghargai karya-karyanya sendiri dan tidak butuh piala Oscar untuk menghiburnya atau dipamerkan.
Ketika ditanya mengapa ia tidak pernah datang ke ajang-ajang penghargaan, ia menjawab bahwa datang ke acara-acara penghargaan berarti menyutujui bahwa kamu pantas dihargai dan setuju juga ketika mereka berpikir bahwa kamu tidak pantas dihargai (kira-kira begitu). It's SWAG people!
Woody Allen bukan sineas terbaik di dunia, I get it. Dia bukan pasangan dan ayah yang baik, I get it. Tapi dia masih punya sisi-sisi yang pantas dikagumi dan film-film yang lucu, menyentuh, dan pintar.
pic cr :
www2.ivcc.edu
brooklynexposed.com
favimages.net
sonicnation.ca