pic credit: movie.co.id |
Sekian dari gue, sekarang kita bahas dikit filmnya. Bagi mereka yang doyan nonton film jadul ataupun mantengin TV sebelum tidur siang pas tahun 2000an, pasti udah familiar dengan DKI alias Dono Kasino Indro. Gue sendiri tahu trio komedi tersebut dari hobi nonton TV sebelum tidur siang, hehe. Sedikit melenceng, I think this last few years (so far) have been good to Indonesia's film industry. Tahun 2015 ada A Copy of Mind karya Joko Anwar yang masih diputar di beberapa bioskop kecil saat ini. Tahun 2016 ada Ada Apa Dengan Cinta? 2, which sadly falls below my expectation that is already average, dan My Stupid Boss, yang sangat melebihi ekspektasi gue and frankly is better than AADC2. Jangan lupa beberapa film pendek Indonesia yang berhasil masuk berbagai festival bergengsi. Yang gue ingat adalah Prenjak, karya Wregas Bhanuteja. Tahun 2014 juga ada Siti. Sayangnya gue belum sempat nonton Srikandi 3. Jadi, apakah Warkop DKI Reborn berhasil menjaga momentum bangunnya industri film Indonesia?
Dono (Abimanya Aryasatya), Kasino (Vino G. Bastian), dan Indro (Tora Sudiro) bekerja di sebuah lembaga bernama CHIPS (Cara Hebat Ikut Penanggulangan Sosial). Sayangnya, kekonyolan mereka malah menimbulkan masalah daripada menanggulanginya. Suatu hari, mereka terkenal masalah sehingga mereka didenda sebanyak delapan miliar. Dibantu rekan perempuan mereka, Sophie, mereka pergi ke suatu tempat untuk mencari uang tersebut.
Not gonna lie, I laugh at some of the scenes...some more than it should, lol.
Apakah berarti filmnya lucu? Nope, semua leluconnya gak ada yang nendang ataupun memorable. Belum lagi banyak dari kelakarnya yang immature dan so-last-year. Hampir gak ada lelucon yang menstimulasi otak kayak film-filmnya Woody Allen ataupun acaranya Jon Stewart. Harus gue apresiasi Indro yang asli mencoba mencampurkan politik ke dalam kelakarnya bak Jon Stewart. Sayangnya, dia hanya mengimitasi dari luarnya saja, tidak sampai ke intisarinya The Daily Show. Next time you want to create a skit as a sassy news reporter, just call Jon Stewart himself instead of make a fail copy of him.
Meskipun gue pernah nonton beberapa film Warkop DKI, gue benar-benar blank dengan filmnya. Jadi gue gak bisa menilai seberapa banyak homage yang film ini lakukan atau apakah film ini lebih baik, or at least succesful at capturing the atmosphere and the spirit of the original film. Anyway, kenapa film-film Warkop DKI udah jarang diputar ya? Apakah itu karena gue udah jarang nonton film lokal atau mereka emang udah berhenti muterin film? Makanya saluran TV lokal di Indo, plis puterin film-film Indonesia yang bagus dan berkualitas. Jangan cuma muterin Warkop DKI, tapi puterin juga masterpiece kayak Daun di Atas Bantal, A Copy of my Mind, Petualangan Sherina (nih film dulu sering diputar kalau liburan sekolah, haha #nostalgia), bahkan film dokumenternya Munir. Buat Metro, lanjutin dong programnya Sunday Night Movies nya. Cuma lu yang berani muterin film berat kayak Eternal Sunshine of the Spotless Mind (sumpah, nih film sempet diputar di Metro TV).
By the way, humor nih film bukan hanya jelek, tapi mengandung unsur-unsur bermasalah seperti seksisme, objektifikasi wanita, dan colorism. Tokoh Sophie diperlakukan sebagai eye candy bagi tokoh-tokoh laki-lakinya doang. Belum lagi dia tipe eye candy yang ditzy dan oblivious dengan lingkungan sekitarnya. Dia sempat dilukiskan sebagai wanita yang pandai dan capable tapi seiring berjalannya film, gue malah merasa kedua kualitas tersebut menguap dari dia. Beberapa petugas wanita CHIPS juga menggunakan pakaian yang obviously lebih ketat dan pendek dibandingkan petugas laki-laki. Kesannya mereka di CHIPS buat jadi model baju ketat instead of jadi petugas CHIPS.
Ada juga salah satu tokoh pembantu (atau karakter yang numpang lewat doang?) yang seluruh tubuhnya sengaja banget dibikin hitam, hitamnya bahkan menurut gue berlebihan. And surprise, surprise...they make a joke based on the person's dark skin! Memang ya kulit hitam tuh tipe kulit yang pantas buat jadi bahan lelucon. Maksud gue, gak ada yang lucu kan dari kulit putih? Kulit putih tuh kulit yang bagus, saking bagusnya sering dikaitkan sama penjajahan orang kulit hitam dan genocida orang Native American.
Untuk divisi akting, kenapa sih mereka mesti menggunakan Vino G Bastian. Jujur, sejak Reza Rahadian berhasil akting sebagai Bossman di film My Stupid Boss, gue langsung percaya kalau Vino Bastian akan memberikan kejutan baik kepada gue. Ternyata...yang ada hanya kekecewaan. Gak cuma dari segi ekspresi wajah, denger dia ngomong dengan aksen Jawa yang dibuat-buat dan kurang natural cukup menyiksa gue. Tora Sudiro terbagus kedua, walaupun bagus disini bukan bagus yang wow. Mungkin karena Tora sempat di Extravaganza dan gak asing dalam komedi, Tora membawakan karakternya lebih langgeng daripada Vino. Aktor terbaik adalah Abimana Aryasatya...walaupun lu juga jangan berpikir terbaik dalam konteks dia pantas menang piala apapun.
Yang pengen gue applause disini adalah divisi make-up dan kostum yang ngurusin bagiannya Abimana Aryasatya. Bagus, and that's the only good thing from this film.
Overall
The gag reel is a lot funnier than the whole movie. 2,5/10 (trash)